Senin, 23 November 2015

Nasib Satwa liar Indonesia

Sebagai negara yang meiliki luas hanya 1,3% dari luas daratan dunia, Indonesia termasuk negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Menurut para ahli hampir 17% satwa didunia terdapat di negeri tercinta ini. Indonesia memiliki kekayaan Mamalia nomor satu di dunia (515 jenis) dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung, dan sebanyak 45% ikan hidup di perairan Indonesia.
Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Jumlah mamalia endemik Indonesia ada 259 jenis, kemudian burung 384 jenis dan ampibi 173 jenis (IUCN, 2013). Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, karena jika punah di Indonesia maka itu artinya mereka punah juga di dunia.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab terancam punahnya satwaliar Indonesia, yaitu rusaknya habitat dan perdagangan satwa liar secara ilegal.
Berkurangnya luas hutan menjadi faktor penting penyebab terancam punahnay satwa liar Indonesia, karena hutan menjadi habitat utama bagi satwa liar itu. Konversi hutan menjadi perkebunan sawit, tanaman industry dan pertambangan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar, termasuk satwa langka seperti orangutan, harimau sumatera, dan gajah sumatera.
Kerusakan hutan di Indonesia merupakan bagian dari upaya konversi lahan dari hutan alami menjadi hutan produksi. Beberapa dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri lainnya. Beberapa kawasan hutan berubah fungsi menjadi lahan pertambangan. Keduanya menyebabkan kerusakan lingkungan secara permanen. Hutan buatan atau hutan hasil penghijauan (reboisasi) tidak bisa mengembalikan habitat aslinya, karena jenis pohon maupun tanamannya sudah berbeda dengan tanaman aslinya. Lebih parah lagi, penghijauan ternyata tidak selalu sukses dilaksanakan di semua tempat, sehingga mendorong munculnya tanaman-tanaman yang tidak bisa menopang habitat alami sebelumnya. Dampak negatif dari konversi hutan tersebut memunculkan anggapan apabila satwa-satwa liar dianggap sebagai hama, sehingga di beberapa tempat sering dimusnahkan. Beberapa bulan yang lalu ditemukan banyak kasus pembantaian orang utan (Pongo pygmaeus) di Kalimantan (Indonesia) oleh pemilik perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit.
Aktivitas manusia lainnya yang cukup mengancam keberadaan satwa liar adalah perburuan dan perdagangan hewan. Menurut CITES, Indonesia termasuk negara yang memberikan kontribusi cukup besar dalam perdagangan organ satwa liar di dunia. Perdagangan organ satwa liar diperuntukkan untuk memasok perdagangan obat tradisional, makanan khas, dan aksesoris (termasuk bulu/kulit binatang). Harga organ-organ satwa liar tersebut sangat tinggi di pasaran pengecer. Misalnya saja seperti empedu Harimau Sumatera bisa lebih tinggi dari harga emas (logam mulia). Harimau Sumatera termasuk yang paling banyak mendapatkan perhatian oleh CITES, karena hampir sebagian besar organ tubuhnya bisa diperdagangkan dengan harga yang sangat tinggi. Bagian organ yang cukup banyak pula diperdagangkan dan harganya sangat tinggi adalah organ untuk keperluan aksesoris, seperti kuku, taring (gigi), gading (termasuk cula badak), bulu, dan kulit. Beberapa jenis hewan yang masih kecil akan diperdagangkan dengan harga yang cukup tinggi pula. Beberapa jenis lagi yang memiliki kategori unik akan dijual utuh, seperti burung Cendrawasih, burung Kakatua, burung Jalak, dan lain sebagainya. Seluruh satwa liar yang masuk ke dalam daftar merah (Red List) IUCN kebanyakan bukan jenis yang mampu untuk dibudidayakan (dikembangbiakkan tanpa habitat alaminya).
Perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil penangkaran. Berbagai jenis satwa dilindungi dan terancam punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa tersebut makan akan semakin mahal pula harganya.